Sunday 23 January 2011

Payung Merah Hati, Saksi Bisu Kebodohanku



Pagi itu langit muram..
Awan terlihat berkaca kaca, redup dan menghitam. Tiada lagi sinar cerah menerobos masuk ke kamarku ketika gorden jendela ku buka.

“Andai saja hari ini tidak ada ujian di kampus, pasti sudah kutarik selimut lagi melanjutkan nikmatnya tidur” (lirihku)

Aku segera bergegas ke kamar mandi, menjalani rutinitas pagi seperti biasanya, kembali ke kamar dan berkemas mempersiapkan buku buku dan peralatan yang harus ku bawa hari ini. Semua telah siap di dalam tas coklat kesayanganku.

“Maaa, ini payungnya ketinggalan, kayaknya sebentar lagi mau ujan lho”

suara ibuku setengah teriak, sambil menghampiriku yang tengah membuka pintu pagar beranjak keluar. Membawakanku sebuah payung lipat berwarna merah hati, warna favoritku. Hampir saja payung ini tertinggal, padahal setiap hari ia selalu setia bersamaku.

Akhir akhir ini cuaca memang tak menentu, hampir setiap hari hujan turun tak perduli pagi, siang ataupun malam.

Selang beberapa saat, sampailah aku di sebuah halte bus yang sudah sangat tak asing bagiku, hampir setiap hari aku berada disana, menunggu bus ke arah kampus yang hanya lewat setiap 20 menit sekali. Sebuah halte yang tak terurus, atapnya hilang entah dicuri tukang besi tua atau terbang ditiup angin. Tapi lumayanlah karena masih ada tempat duduk panjang untuk beristirahat sambil menunggu bus datang meski kondisinya sudah tak layak dan penuh coretan tangan tangan jahil.

Aku duduk disana sambil mengotak ngatik telepon genggam, meng’update’ status Fesbuk sekedar mengisi waktu sambil sesekali mengecek apakah bus telah datang.

Lima menit kemudian….
seorang pria kira kira usianya 40 tahunan datang dan duduk tepat di samping kiriku. Ups aku tak tahan mencium bau parfumnya yang terlalu menyengat, bagiku bukannya wangi tapi malah membuatku muak.

“Pagi mbak? Mau kemana?” Ia mulai menyapaku

“Ke depok, bapak mau kemana jawabku

“nunggu mikrolet 06A mbak, mau ke rumah sodara. kerja mbak? Tambahnya

“enggak pak, mau ke kampus” jawabku

oo, kuliah dimana?” 

dll dll

Bapak bapak itu terus terusan menghujaniku dengan berbagai pertanyaan dimulai dari pertenyaan tentang kuliah, rumah, jumlah keluarga, hingga tentang baju yang ku pakai…

Awal awal aku menghargai sikapnya yang ramah berusaha mencairkan suasana, tapi lama kelamaan aku mulai jengah, mulailah aku menaruh curiga mengapa ia begitu SKSD (sok kenal sok dekat) kepadaku… aku mulai risih berada di sisinya, sepertinya ia terlalu mau tau urusanku.

“Jangan jangan ia orang jahat yang berusaha menghipnotisku seperti yang kulihat diberita berita tivi akhir akhir ini atau bisa jadi ia pria hidung belang yang mencoba mendekatiku” lirihku dalam hati

Aku semakin cemas dan kaget ketika tiba tiba saja aku menyadari bahwa ia sedang menggenggam sebuah payung lipat merah hati. ups... !

‘wah jangan jangan dia benar benar orang jahat, buktinya ko bisa bisanya aku tidak sadar kalau payungku itu sudah berpindah tangan”

aku segera mengecek isi tasku, syukurlah dompet dan hp msh berada di tempatnya.

“maaf payungnya!” 
aku berusaha bersikap sopan ketika serentak tanganku mengambil kembali payung itu dari tangannya, masih berusaha bersikap manis padahal hatiku sudah lumayan jengkel. Ia hanya tersenyum sambil menyerahkan payung itu ke tanganku.

Hujan tiba tiba saja turun dengan derasnya….
Aku segera berdiri dan membuka payung di tanganku, melindungi diri, pakaian dan tasku agar tidak basah sambil berharap bus ku segera datang.

Tanpa sepatah katapun, pria itu sontak mengikuti berdiri tepat di sampingku mengambil bagian untuk dapat melindungi diri dari payung yang ku genggam…

Aku mulai gerah, kekesalanku bertambah lagi.

“Pria tua ini benar benar tidak tau sopan santun, untuk ukuran orang seusianya seharusnya ia tau persis bagaimana caranya meminta izin untuk ikut dalam payungku, tapi ia hanya tersenyum tanpa sepatah katapun” geramku dalam hati

Sebuah mikrolet no 06A lewat di depan kami, tapi si Bapak itu tidak menyetopnya. Mungkin ia lengah fikirku.

Beberapa saat kemudian,
mikrolet 06A yang lain berhenti menurunkan penumpang di halte tempat kami berdiri, tapi si Bapak tidak juga masuk ke dalamnya. aneh...

Aku berusaha mengingatkannya dengan menatap wajahnya, berharap ia segera naik, tapi ia hanya tersenyum kepadaku.

Kegeramanku mulai memuncak, kesabaranku hampir habis, dari tadi aku sudah berusaha bersikap manis tapi sepertinya kali ini tidak lagi dapat dipendam. sedikit demi sedikit payung sengaja ku geser ke arahku, kubiarkan air hujan jatuh di satu sisi pakaiannya. aku ingin tau reaksinya, jika ia marah aku akan balik tanya apakah ia telah meminta izin untuk berteduh di payungku. Namun ternyata ia tidak marah, lagi lagi hanya tersenyum kepadaku.

“sepertinya pria ini berusaha mencari kesempatan untuk berdekatan denganku, memanfaatkan suasana hujan dan pura pura berteduh di payungku. aku tidak akan membiarkannya! Dasar pria hidung belang! Kita lihat saja selanjutnya. Kalau sekali lagi mikrolet itu datang tapi dia tidak naik jg, aku akan beri dia pelajaran” ancamku masih dalam hati.

Aku menunggu nunggu saatnya mikrolet itu lewat. Mencari alasan terakhir untuk marah. Tapi ternyata....... yang datang adalah bus menuju depok yang telah lama ku tunggu.

Huh gagal deh memberi dia pelajaran, tapi tak apa lah setidaknya aku selamat karena bisa segera pergi meninggalkannya.

“Lega… Akhirnya aku bisa beranjak dari tempat ini. Rasakan kau akan basah kehujanan nanti jika payung ini kubawa” gumamku bahagia di dalam hati

Aku melambaikan tangan pada busku dengan riang. Bus pun berhenti tepat saat aku berada di pintunya yang mulai terbuka.

Saat kaki kananku melangkah ke dalam bus, sebuah suara mengejutkanku:

“kalau sudah tidak dipakai lagi, biar payungnya saya bawa pulang mbak, kebetulan mikrolet saya sudah ada tepat di belakang bus ini”

Aku sudah sangat siap dengan perkataan dan makian yang akan aku sampaikan kepadanya bertubi tubi, ketika aku tiba tiba terfikir untuk mengecek isi tas ku dulu sebelumnya.

Yah… hal yang paling tidak aku harapkan terjadi.
Aku sungguh merasa bodoh malu dan egois…!
Ternyata payung merah hatiku masih terlipat rapi di dalam tasku dan yang ku pegang ini adalah payung miliknya.......
bus pun melaju tanpa memberiku kesempatan untuk sekedar meminta maaf, dan aku tak pernah lagi bertemu bapak bapak yang ramah dan bijak itu.

Hikmah yang dapat dipetik dari kisah ini:
1.Paradigma kita terkadang salah, jadi jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan.
2.Bersikap negative thingking dapat membuat kita buta untuk dapat melihat dan menghargai ketulusan seseorang.

Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Cermin Berhikmah di BlogCamp.

9 comments:

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam K.U.C.B
    Artikel anda akan segera di catat
    Salam hangat dari Markas New BlogCamp di Surabaya

    ReplyDelete
  2. hiks, terimakasih sudah mampir dan diizinkan ikutan...

    ReplyDelete
  3. baguus..... :) semoga sukses ya ka...

    aku setuju...aku juga kadang suka salah sangka..tapi alhamdulillah masi sempat meminta maaf..hehe

    ReplyDelete
  4. keren.......hal-hal kecil yg diangkat menajdi kisah inspiratif

    ReplyDelete
  5. waspada memang perlu tapi, selalu positif thingking aja mbak.^_^.., sukses ya KUCB nya ,..

    salam persohiblogan ^_^

    ReplyDelete
  6. waspada boleh, tetapi telitilah dalam segala hal sebelum berbicara dan bertindak. Atas stempel komandan blogcamp JURI datang menilai. terima kasih atas cerita kehidupan penuh hikmah. salam hangat

    ReplyDelete
  7. @L, hehe.. bersyukurlah jika masih sempat minta maaf. jadi ga terlalu merasa bersalah.

    @Blackbox, iya hal hal kecil yang kadang sepele tapi sering kita abaikan. padahal butir butir kecil pasir membentuk gunung, detik detik waktu membentuk tahun dan tetes tetes kecil air menjadi samudra...

    @aul, yups tepatnya itu yg sedang aku ingatkan kpd diri sendiri dan juga pembaca. bahwa kita harus menjaga diri untuk slalu berpositif thingkin... krn bernegative thingkin itu trnyata merugikan.. :)

    @mbak jumialely, hiks terimakasih sudah mampir, menyimak dan menilai.. menang atau kalah bukan tujuan utama, yang penting smoga ada yg bisa mengambil pelajaran dari hikmah yg dikandungnya.

    @all, cerita ini bukan kisah nyata penulis kok, ini hanya coretan fiksi hasil imajinasi penulis (spt yg diminta kucb), sengaja menggunakan kata "aku" agar lebih mudah diresapi pembaca dan bisa lebih mengingatkan diri sendiri..

    ReplyDelete
  8. :)
    ceritanya bagus, langsung ke alam bwah sadar yang di hujam...
    :)
    makasih buat sharing cerita seindah ini....

    ReplyDelete
  9. @ ridwan, tks atas apresiasinya.
    smoga ada manfaat yg bisa dipetik
    salam kenal

    ReplyDelete

tinggalkan jejaknya ya, kalo sudah mampir: